Pada 13 November 2020, sorak sorai pecah di Makedonia Utara itu. Jalanan ibu kota Skopje x ramai seketika oleh suara klakson mobil yang berkonvoi sambil melambaikan bendera negara.
Orang-orang ramai turun ke jalanan seraya bernyanyi dan menari beberapa di antara mereka itu ada yang menyalakan kembang api. Ada juga euforia yang mereka nikmati saat itu.
Gegap gempita di negara tersebut yang baru merdeka dari Yugoslavia itu pada 8 September 1991 ini tercipta setelah peluit panjang ditiup oleh wasit Anthony Taylor asal Inggris itu guna mengakhiri pertandingan playoff Kualifikasi Piala Eropa 2020 antara Makedonia Utara melawan Georgia tersebut.
Kota Tbilisi yang terletak 2,400 kilometer dari Skopje menjadi saksi tangis dan haru Goran Pandev dan kolega. Pasalnya, Makedonia Utara dipastikan lolos ke Piala Eropa untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ini!
Selama ini, negara dengan populasi 2 juta jiwa itu tak masuk ke negara-negara pelengkap yang selalu ada di babak Kualifikasi zona Eropa untuk turnamen mayor apapun, tetapi tak kunjung sanggup mentas di kejuaraan-kejuaraan tersebut itu.
Kualitas mereka tersebut dinilai setara dengan negara-negara liliput lainnya semisal Belarusia, Estonia atau Moldova. Makedonia Utara hanya lebih baik dari negara-negara itu, seperti Andorra, Gibraltar, Kepulauan Faroe, Luksemburg, dan San Marino.
Kelolosan tersebut bak mimpi yang menjadi kenyataan bagi Risovi, untuk julukan tim nasional Makedonia Utara. Bagi Pandev sendiri, keberhasilan ini amat sangat membahagiakan sekali. Ia merupakan legenda hidup negara yang terletak di kawasan Balkan itu.
Pemain yang meraih Treble Winners bersama Inter Milan pada musim 2009/2010 ini jadi pemegang caps sekaligus pencetak gol terbanyak Makedonia Utara sepanjang masanya. Hingga tulisan ini kami dibuat, ia sudah bermain di 119 pertandingan dan mengoleksi 37 gol dalam berapa laga.
Dalam laga yang dimainkan di Tbilisi itu, Pandev juga yang menjadi aktor utama kemenangan Risovi. Golnya pada menit ke-56 sudah cukup untuk menggaransi satu tempat di Piala Eropa 2020 itu.
Makedonia Utara tersebut berhasil lolos ke kejuaraan antarnegara Eropa paling bonafide ini setelah menuntaskan perjuangan yang sangat menyita energi ini. Pandev dan kawan-kawan juga berhak melaju ke babak playoff Path D setelah memuncaki UEFA Nations League D Grup 4 2018/2019 dengan raihan 15 poin dari 6 pertandingan itu.
Pada babak playoff Path D, Makedonia Utara harus memperebutkan satu tiket Piala Eropa 2020 melawan tiga negara lain yang memuncaki grup masing-masing itu. Saat menjejak semifinal playoff, Makedonia Utara mengandaskan perlawanan Kosovo dengan skor 2-1.
Hasil positif itu yang membawa mereka berjumpa oleh Georgia di laga puncak. Georgia itu sendiri menghempaskan Belarusia dengan skor 1-0 pada laga semifinal tersebut.
Bertengger di peringkat 62 FIFA, Pandev dan kolega berada di posisi terendah dibandingkan seluruh kontestan Piala Eropa 2020. Namun hal tersebut tak bikin Risovi itu berkecil hati.
Sepanjang tahun 2021 ini, Makedonia Utara sudah menjalani lima pertandingan internasional dengan baik dan hasil tiga kemenangan, sekali imbang dan sekali kekalahan itu. Kemenangan mereka dengan Jerman dan skor 2-1 di Duisburg dianggap sangat mengejutkan bagian semua orang.
Bagaimana tidak, sang lawan itu adalah salah satu raksasa sepakbola di Benua Biru tersebut yang punya skuad mentereng dan prestasi menjulang tinggi. Hal itu sendiri membuat Makedonia Utara tidak bisa dipandang sebelah mata.
DIBACA JUGA :
I am in fact glad to read this blog posts whichcontains plenty of useful information, thanks for providing thesestatistics.You post interesting posts here. Your page deserves much morevisitors. It can go viral if you give it initial boost, i know very usefultool that can help you, simply search in google: svetsern traffic tipsThanks for that, Chris. I mention the Flamingo and Roaring Twenties as places frequented by one of the victims. But thanks for all the detail – they sound like fairly wild nightspots…Ed’s article brings back memories of working on the project in 1979 and 1980. I was at Cambridge at the time but seized the opportunity for trips to the alps. I really enjoyed being out there and worked on my dissertation in the second season. This was due to be on cryoconites, of which there had been thousands in ’79. Sadly, there were precisely zero in 1980 so I pivoted to a less interesting project on glacier tables. Overall, it was a great experience and I was very grateful to David Collins for making it possible.