Dalam khasanah lagu berbahasa Jawa, ada sebuah lagu yang populer dengan judul ‘Lingsir Wengi’ Karya Sukap Jiman. Tetapi ada pula lagu dengan judul sama yang populer di kelompok masyarakat sebagai lagu memiliki nuansa seram. Lagu itu disebutkan kreasi Sunan Kalijaga. Apakah benar?
Lagu Jawa dengan judul ‘Lingsir Wengi’ menjadi satu diantara tembang yang demikian terkenal. Alunan musik dangdut Jawa yang mendayu ajak pendengarnya menghayati tiap syair yang dinyanyikan.
Minimal ada dua versus lagu dengan judul ‘Lingsir Wengi’, yaitu ciptaan Sukap Jiman yang bercerita kebimbangan hati seorang di tengah-tengah malam yang dilanda kangen pada pacarnya.
Lagu Jawa dengan judul ‘Lingsir Wengi’ menjadi satu diantara tembang yang demikian terkenal. Alunan musik dangdut Jawa yang mendayu ajak pendengarnya menghayati tiap syair yang dinyanyikan.
Minimal ada dua versus lagu dengan judul ‘Lingsir Wengi’, yaitu ciptaan Sukap Jiman yang bercerita kebimbangan hati seorang di tengah-tengah malam yang dilanda kangen pada pacarnya.
Berlainan dengan lagu kreasi Sukap, ‘Lingsir Wengi’ yang satunya memiliki nuansa mistik berisi syair yang paling menakutkan.
Ini tidak lepas dari digunakannya lagu itu di film dengan judul ‘Kuntilanak’. Syair yang menyebutkan setan dan jin itu dipandang memiliki kesan-kesan horor.
Dosen Karawitan ISI Solo, Danis Sugiyanto, setuju isi lagu itu dapat disimpulkan juga ada deskripsi pengetahuan hitam.
“Itu seolah tengah mengirimi santet/teluh/guna-guna di tengah malam. Terang berbeda sekali message (pesan) di antara lagu ‘Lingsir Wengi’ Mbah Sukap dengan lagu itu,”
Lirik lagu ‘Lingsir Wengi’ versi horor ini adalah:
Lingsir wengi sliramu
tumeking sirna
aja tangi nggonmu guling
awas aja ngetara
aku lagi bang winga-winga
jin setan kang takutusi
dadya sebarang
dwaja lelayu sebi

(Larut malam dirimu
akan mati
takkan bangun (lagi) dari tidurmu
awas jangan menampakkan diri
aku sedang marah besar
jin setan yang aku perintah
jadilah (berubah ujud) apapun
sobeklah seperti kain
Langkah menyanyikan lagu ini tidak seperti lagu saat ini, tetapi lebih serupa dilantunkan seperti tembang Jawa tradisionil tipe macapat
Dan syairnya memang berkesan menambahadukkan bahasa Jawa baru dalam bahasa Jawa kawi yang digunakan di suluk-suluk pedalangan.
Danis sampaikan, jika lagu itu ada beberapa pesan yang ingin dikatakan oleh sang pembuatnya.
“Karena dibuat untuk guna-guna, syair tidak ada arti simbolis mengenai satu pesan/tuntunan,” tutur Danis.
Apkah betul itu pembuatnya Sunan Kalijaga? Tidak dapat ditegaskan. Danis menjelaskan jika disaksikan dari lirik lagunya, ditegaskan berlainan dengan pilihan kata syair-syair kreasi Sunan Kalijaga yang telah populer sampai sekarang.
“Kalimat yang digunakan dalam lirik itu ibarat tidak pada jaman Sunan Kalijaga
Apalagi bila disaksikan dari didalamnya, benar-benar susah disebutkan itu kreasi Sunan Kalijaga karena mustahil seorang wali membuat cerita dengan arah semacam itu.
“Tetapi untuk menentukannya, memerlukan riset lebih detil kembali berkenaan lagu itu,” sambungnya.
DIBACA JUGA :